Disrupsi inovasi adalah respons terhadap perkembangan zaman yang menuntut kecepatan, kemudahan, kenyamanan, dan praktis dalam segala hal. Istilah ini, pertama kali didefinisikan oleh Clayton Christensen dari Harvard Business School pada tahun 1995, merujuk pada inovasi yang mengganggu industri konvensional (Jamaludin et al., 2022). Fenomena ini ditandai dengan munculnya berbagai inovasi, teknologi, platform, dan model bisnis baru. Dampaknya terlihat dari kejatuhan mendadak perusahaan yang dulunya besar, serta kemunculan perusahaan kecil yang tiba-tiba menjadi raksasa. Disrupsi inovasi tidak hanya terbatas pada produk atau teknologi semata, tetapi juga mencakup seluruh aspek bisnis, mulai dari pasar, promosi, hingga nilai-nilai perusahaan (Cubero et al., 2021).
Bidang bisnis yang memiliki korelasi paling kuat dengan disrupsi inovasi adalah teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terutama yang terkait dengan ecommerce (Pires & Aisbett, 2003). Ekonomi digital terbukti merupakan alat yang efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kontribusi ekonomi digital terhadap pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 1 – 1,5 % per tahun (Aprilia, 2021; Rahayu et al., 2023). Itu sebabnya, pemerintah harus menjadikan bisnis ecommerce sebagai prioritas regulasi.
Oleh:
Dr. Sofian Lusa